MAKALAH SISTEM BAGI HASIL
DALAM PERBANKAN SYARIAH
A. PENDAHULUAN
Seiring dengan cepatnya akselerasi wacana ekonomi Islam atau
Syariah di tengah – tengah masyarakat, fiqh muamalah menjadi bahan
diskusi terus menerus. Dari sisi bahwa, di dalam muamalah di bahas
tentang berbagai macam tehnis transakasi dalam hubunganya dengan
aktifitas melakukan produksi, distribusi, dan konsumsi, maka muamalah
serat dengan isu – isu ekonomi. Bank syariah mulai digagas di Indonesia
pada awal periode 1980-an, di awali dengan pengujian pada skala bank
yang relatif lebih kecil.Produk-produk yang ditawarkan oleh bank
syariah, menurut mereka, hanyalah produk-produk bank konvensional yang
dipoles dengan penerapan akad-akad yang berkaitan dengan syariah.
Alasannya karena sistem bagi hasil dalam prakteknya masih menyerupai
sistem bunga bagi bank konvensional. Begitu pula penyaluran dana bank
syariah yang lebih besar bertumpu pada pembiayaan murabahah, yang
mengambil keuntungan berdasarkan margin, dianggap oleh masyarakat
hanyalah sekedar polesan dari cara pengambilan bunga pada bank
konvensional.
Menurut
mereka masih sangat sulit untuk membedakan antara bagi hasil, margin
dan bunga bank konvensional. Kalaupun bisa hanyalah pada tataran
teorinya saja, sedang prakteknya masih terlihat rancu untuk membedakan
bagi hasil, margin dan bunga. Meski secara teoritis sistem bagi hasil
dengan akad mudharabah dan musyarakah sangat baik, namun yang terjadi
pembiayaan perbankan syariah dengan pola tersebut belum menjadi
barometer bank syariah, sehingga perbandingannya cukup kecil jika
dibandingkan dengan pembiayaan dengan pendapatan tetap. Hal tersebut
lebih disebabkan pada tuntutan yang harus dipenuhi oleh bank syariah
yang mengikuti struktur bank komersial. Sehingga pembiayaan dengan basis
pendapatan tetap cenderung menjadi pilihan bagi bank syariah.
B. SISTEM BAGI HASIL PADA PERBANKAN SYARIAH PRESPEKTIF HUKUM ISLAM
1. Pengertian Bagi hasil (profit Sharing)
Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal
dengan profit sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian
laba. Secara definisi profit sharing diartikan "distribusi beberapa
bagian dari laba pada pegawai dari suatu Perusahaan".Menurut Antonio,
bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam
yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa/) dan
pengelola (Mudharib).
Secara
umum prinsip prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan
dalam empat akad utama, yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah, al
muzara’ah, dan al musaqolah. Sungguhpun demikian prinsip yang paling
banyak dipakai adalah al musyarakah dan al mudharabah, sedangkan al
muzara’ah dan al musaqolah dipergunakan khusus untuk plantation
financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam.
Bagi Hasil adalah Keuntungan/Hasil yang diperoleh dari pengelolaan
dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada
Nasabah dengan persyaratan: [6]
a. Perhitungan Bagi Hasil disepakati menggunakan pendekatan/pola :
1) Revenue Sharing
2) Profit & Loss Sharing.
b.
Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang
digunakan, apakah RS, PLS atau Gross Profit. Kalau tidak disepakti akad
itu menjadi gharar.
c.
Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah
pihak, misalnya setiap bulan atau waktu yang telah disepakati.
d. Pembagian bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati diawal dan tercantum dalam akad.
Sistem
bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan
bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat
antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan
syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di
dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus
ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad).
Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan
sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan
(An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. [7]
2. Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga
yang diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah,
konsep bagi hasil dapat dijabarkan sebagai berikut.
a. Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak sebagai pengelola dana.
b.
Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal
dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola
akan menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha-usaha
yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.
c.
Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang
lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu
berlakunya kesepakatan tersebut. [8]
d. Sumber dana terdiri dari:
1) Simpanan: tabungan dan simpanan berjangka.
2) Modal : simpanan pokok, simpanan wajib, dana lain-lain.
3) Hutang pihak lain.
3. Jenis-jenis Akad Bagi Hasil
Bentuk-bentuk kontrak kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah
secara umum dapat dilakukan dalam empat akad, yaitu Musyarakah,
Mudharabah, Muzara’ah dan Musaqah. Namun, pada penerapannya prinsip yang
digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah
menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.
a. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)
Menurut Antonio Musyarakah adalah akad kerja sama antara dun
pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Musyarakah
adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya
sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam pengertian lain
musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. [9]
b. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)
Mudharabah termasuk juga perjanjian antara pemilik modal (uang dan
barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai
sepenuhnya suatu usaha /proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola
proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian.]Di samping
itu mudharabah juga berarti suatu pernyataan yang mengandung pengertian
bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu
diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak
sesuai perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Oleh karena itu ada beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah yang harus diperhatikan yaitu:
1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Akad
mudharabah, harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak
sebagai pemilik modal (shahibul maal), pihak kedua sebagai pelaksana
usaha (mudharib). Syarat keduanya adalah pemodal dan pengelola harus
mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.
2) Objek mudharabah (modal dan kerja)
Objek
merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para
pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah,
sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah.
Modal yang diserahkan berbentuk uang. Sedangkan kerja yang diserahkan
bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill
dan lain-lain.
3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
"Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip
'an-taraadhim minkum (sama-sama rela)”. Kedua belah pihak harus secara
rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik
dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana dan si
pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan
kerja. Syaratnya adalah melafazkan ijab dari yang punya modal dan qabul
dari yang menjalankannya.
4) Nisbah Keuntungan
"Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak
ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak
diterima oleh kedua pihak yang bermudharabah." Mudharib mendapatkan
imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al-maal mendapat imbalan atas
penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah
terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian
keuntungan.
Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan syariah dari penghimpunan dan penyaluran dana adalah:
a)
Tabungan Mudharabah. Yaitu, simpanan pihak ketiga yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.
b)
Deposito Mudharabah. Yaitu, merupakan investasi melalui simpanan pihak
ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat
dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat
imbalan bagi hasil.
c)
Investasi Mudharabah Antar Bank (IMA). Yaitu, sarana kegiatan
investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank
Syariah berdasarkan prinsip mudharabah di mana keuntungan akan
dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA)
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. [12]
C. SISTEM BAGI HASIL DAN PENDAPAT ULAMA MENGENAI BAGI HASIL BANK SYARI’AH
Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan profit sharing (bagi laba)
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan.
Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Profit secara istilah
adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan suatu perusahaan
lebih besar dari biaya total.
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi
hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah
dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai
adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai
pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas
hasil usaha yang telah dilakukan.
2) Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang
diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang dan
jasa-jasa yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan.
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada
perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi
dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut.
Penghitungan menurut pendekatan ini adalah perhitungan laba
didasarkan pada pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu
pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh
pendapatan tersebut.
Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari
Syafi'i yang mengatakan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta
mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan
menetap
maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib telah mendapatkan
bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu (nafkah) dari
harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari
bagian shahibul maal. Sedangkan, untuk profit sharing diterapkan
berdasarkan pendapat dari Abu hanifah, Malik, Zaidiyah yang mengatakan
bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharabah hanya bila
perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu berupa biaya makan, minum,
pakaian dan sebagainya.
D. ANALISIS BAGI HASIL BANK SYARI’AH
Prinsip utama yang harus dikembangkan bank syariah dalam kaitan
dengan manajemen dana adalah bahwa Bank Syariah harus mampu memberikan
bagi hasil kepada penyimpan dana, minimal sama dengan atau lebih besar
dari suku bunga yang berlaku di bank-bank konvensional dan mampu menarik
bagi hasil dari debitur lebih rendah daripada bunga yang berlaku di
bank konvensional. Selain mengenai pengumpulan dana, yang perlu di
analisis lagi adalah mengenai perbedaan anatara bagi hasil dengan bunga
bank pada perbankan konvensional. Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel
berikut ini:
BUNGA BAGI HASIL
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung. Pcnentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.
Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
Pembayaran
bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek
yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi. Bagi
hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan Bila usaha
merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
dengan peningkatan jumlah pendapatan
Eksistensi bunga diragukan ( kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk islam. Tidak ada yang meragukan keabsahan
bagi hasil
Dari tabel diatas dapat dilihat beberapa perbedaan mendasar tentang
bank syariah dan bank konvensional, sehingga dalam waktu yang relative
mudah bank syariah mampu dijadikan rekonstruksiasi perbankan nasional.
E. PENUTUP
Bagi
hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam
yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa/) dan
pengelola (Mudharib). Pada penerapannya prinsip yang digunakan pada
sistem bagi hasil, menggunakan dua macam kontrak kerjasama yaitu akad
Musyarakah dan Mudharabah. Dimana musyarakah adalah akad kerja sama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-mating
pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan
Mudharabah adalah perjanjian antara pemilik modal (uang dan barang)
dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya
suatu usaha /proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek
tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan profit sharing (bagi laba)
b. Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan).
________________________________________
KESIMPULAN
Pada bank tabungan Negara syariah cabang Surabaya memiliki salah
satu produk yang menjadi unggulan bagi pihak bnak yaitu produk deposito
mudharabah . produk deposito mudharaabah ini berdasrakan dari akad
mudharabah. Dari produk deposito ini menunjukkan bahwa produk deposito
yang dimiliki bank tabungan Negara syariah cabang surabyaa menerapkan
akad mudharabah. Berdasarkan pada pembahasan bab yang sebelumnya maka
dapat di ambil kesimpulan dari uraian-uraian paad bab sebelumnya antara
lain:
Sesuai
penelitian yang di lakuakan di bank tabungan Negara cabang jemur sari
Surabaya, di bank ini memiliki produk-produk yang menarik untuk para
nasabah nya. Salah satu produk tabungan yang tersedia di bank tabubngan
Negara cabang jemusari adalah tabungan juara merupakan salah dari sekian
banyak macam tabungan yang membedakan tabungan inni dengan tabungan
yang lainnya adalah, tabungan ini lebih mempokuskan pada nasabah yang
berusia pelajar atau pada nasabah yang saat ini masih menjalanai proses
penuntutan ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Agustianto, Penentuan Bagi Hasil DepositoMudharabah Di Bank Syariah(www.iaei-pusat.net email:agusmingka66@yahoo.com)
Ach.Bakhrul Muchtasib. Konsep Bagi Hasil Dana Perbankan Syariah.2006.(www.google.com)
http://punyahari.blogspot.com
M,Syafei Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum,(Jakarta:Tazkia institute dan BI,1999) Cet.ke-1,hlm.129.
Yahya Akmal, profit Distribution,hlmhttp//www.ifibank.go.id
0 comments:
Post a Comment