BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pernikahan
dalam islam banyak di atur dalam teks al- Qur’an dan al- Hadist. Baik
secara prinsip-prinsip umum.ataupun secara detail teknis pelaksanaannya.
Para fuqaha mazhab yang mencoba mensistematiskan aturan- aturan
pernikahan dan di tuangkan dalam lembaga-lembaga kitab fiqih, sifat
fiqih yang merupakan pemahaman para ahli fiqih dengan mendialektifkan
antar teks suci dan realitas yang dihadapi. Maka menjadi wajar ketika
terjadi banyak perbedaan pendapat antara para imam mazhab
Terlepas
dari perbedaan pendapat itu, secara umum ulama sepakat bahwa tujuan
pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia. Sakinah, mawaddah dan
rahma. Demi realitasnya tujuan agung tersebut akhirnya para puqaha
merumuskan persyaratan dan rukun pernikahan sesuai dengan mazhabnya
masing-masing, akan tetapi,dalam fikih klasik belum ada kesepakatan dan
kejelasan tentang batas minimal umur pernikahan, kalaupun ada. Sebatas
baligh.
Para fuqaha mengambil pemahaman secara kontekstual terhadap ayat AL-Qur’an
B. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian Ila
b. Dasar hukum ila
c. Syarat dan tujuan ila’
d. Pengertian zihar
e. Dasar hukum zihar
f. Rukun dan syarat zihar
g. Tujuan dan hikmah zihar
h. Pengertian syiqaq
i. Dasar hukum syiqaq
j. Bentuk- bentuk syiqaq
C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian ila
b. Untuk mengetahui dasar hukum ila
c. Untuk mengetahui rukun dan syarat ila
d. Untuk mengetahui pengertian zihar
e. Untuk mengetahui dasar hukum zihar
f. Untuk mengetahui rukun dan syarat zihar
g. Untuk mengetahui tujuan dan hikmah zihar
h. Untuk mengetahui pengertian syiqaq
i. Untuk mengetahui bentuk- bentuk syiqaq
BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ILA’
Kata
ila menurut bahasa merupakan masdar dari kata ‘’ala- yakli-laan’’
sewazan dengan a’tha yu’thi itha’an yang artinya sumpah.
Sedang
kan menurut istilah hukum islam. Ila ‘ialah ‘’sumpah suami dengan
menyebut nama Allah atau sifatn- nya yang tertuju kepada istrinya untuk
tidak mendekati istrinya itu. Baik secara mutlak maupun di batasi dengan
ucapan selamanya. Atau dibatasi empat bulan atau lebih’’
Beberapa contoh Ila adalah ucapan suami kepada suami sebagai berikut:
a. Demi Allah. Saya tidak akan menggauli istriku
b. Demi kekuasaan Allah. Saya tidak akan mencampuri istriku selama lima bulan
c. Demi Allah. saya tidak akan mendekati istriku selamanya
B. DASAR HUKUM ILA’
Dasar hukum pengertian ila’ ialah firman Allah dalam surah AL-Baqarah ayat 226-227
Artinya
‘’
kepada orang-orang yang mengilak istrinya di beri tangguh empat
bulan(lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka
sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Dan jika mereka
berazam (bertatap hati untuk) talaq maka sesungguhnya Allah maha
mendengar lagi maha mengetahui.
Allah
SWT menentukan batas waktu empat bulan bagi suami yang mengilak
istrinya mengandung hikmah pengajaraan bagi suami maupun bagi istri.
Suami mengatakan Ila’ kepada istrinya pastilah karena sesuatu kebencian
yang timbul antara keduanya.
Bagi
suami meng’ila istrinya lalu di wajibkan menjahuinya selama empat bulan
itu menimbulkan kerinduaan terhadap istri lalu menyesali sikapnya yang
sudah lalu. Memperbaiki diri sebagai bekal sikap yang sudah lalu.
Memeperbaiki diri sebagai bekal sikap yang lebih baik ketimbang masa-
masa sebelumnya. Dalam hal ini jika kemudian suami berbaik kembali
kepada istrinya di wajibkan membayar kaffarah sumpah karena telah
memepergunakan nama Allah untuk keperluan dirinya. Kafarah sumpah itu
berupa:
a. Menjamu atau menjamin makan sepuluh orang miskin
b. Member pakain kepada sepuluh orang miskin
c. Merdekakan seorang budak
Kalau
tidak melakukan salah satu dari tiga hal tesebut maka kaffarah nya
ialah berpusa selama tiga hari berturut-turut berdasarkan firma Allah
dalam surah AL- Maidah ayat 89
Artinya
‘’
Allah tidak menghukum kamu di sebabkan sumpah sumpah mu yang tidak di
maksud (untuk sumpah), tetapi dia menghukum kamu di sebabkan sumpah-
sumpah yang kamu sengaja. Maka kafarat melanggar sumpah itu ialah
memberi makan sepuluh orang miskin yakni dari makanan yang biasa kamu
berikan kepada keluarga mu, atau memberi pakaian kepada mereka, atau
memerdekakan seorang budak. Barang siapa yang tidak sanggup melakukan
yang demikian maka kafaratnya ialah puasa selama tiga hari yang demikian
itu adalah kaffarat sumpah- sumpah mu bila kamu bersumpah, dan jagalah
sumpah mu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukumnya agar
kamu bersukur’’.
Bila
setelah menunggu empat bulan kebencian hati suami tidak berubah atau
berpengaruh atau melunak serta tetap melunak tidak mempedulikan
istrinya, maka suami dapat menjauhkan talaq nya
Bagi
istri yang di ila’ oleh suaminya, pengucilan oleh suaminya selama empat
bulan itu menjadi saran pendidikan baginya, memeberi kesempatan
memikirkan sikap non simpatiknya yang telah lalu, menyadari
kekurangannya dalam melayani suaminya selama ini, mencari sebab musabab
suami sampai suami bersikap benci kepadanya menjadi obat mujarab untuk
memperbaiki sikap di masa- masa selanjutnya,
Setelah
berlalu masa empat bulan terhitung sejak suami menyatakan sumpah ila’
itu ternyata suami tidak mencabut kembali sumpahnya, berarti selama
waktu itu tidak perubahan kearah perbaikan, maka berarti suami
menghendaki perceraian. Dengan berlalunya masa empat bulan tersebut
terjadilah perceraian antara keduanya. Baik dengan jalan suami
menjatuhkannya talaq terhadap istrinya, atau istri mengadukan hal nya
kepada hakim, lalu hakim menetapkan terjadinya perceraian itu.
Hikmah diberlakukan masa empat bulan mempunyai beberapa hikmah
a. Dalam
masa empat bulan menungkinkan jiwa untuk mengembalikan diri dari
menggauli istri. Begitu juga sang istri dia tidak mampu lagi untuk
bertahan lebih dari masa itu dalam menggauli suami.
b. Dalam
masa itu ada kesempatan untuk menjaga kehormatan diri. Lebih dari masa
itu mungkin saja kedunya tidak lagi mampu menjaga kehormatannya inilah
hikmah yang tegas.
C. RUKUN DAN SYARAT ILA’
Rukun
dari suatu perbuatan hukum merupakan bagian atau yang mewujudkan
perbuatan tersebut. Rukun - rukun ila’ dapat di rumuskan dari tiga kata
pokok dari definisi yang sudah di sebutkan sebelumnya yaitu suami yang
meng’ila istri yang menjadi sasaran ila’ dan sighat atau ucapan yang
meng’ila.
Meskipun
tidak terdapat petunjuk yang jelas dalam bentuk al-Qur’an tentang suatu
yang dapat di tempatkan sebagai syarat ila’ yang mana ulama hanya
merekam adanya dua ayat yang bericara tentang ila’ yang hanya
membicarakan tentang hal- hal yang harus di lakukan apabila telah
terjadi suatu ila’ yakni dalam surah AL- Baqarah ayat 226-227 yang
berbunyi:
Artinya
‘’kepada
orang-orang yang meng’ila istrinya di beri tangguh empat bulan lamanya,
kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya). Mka sesngguhny ALLah
maha pengampun lagi maha penyanyan. Dan jika mereka berazam(bertatap
hati unuk) talak, maka sesngguhnya Allah maha mendengar lagi maha
mengatahui.’’
Adapun rukun dan syarat ila yang di rumuskan secara berikut:
a. Suami yang meng’ila atau al- muliy.
Suami
yang meng’ila istrinya di syaratkan bahwa dia telah mukalaf dan dalam
keadaan mampu untuk menggauli istri,. Syarat mukalaf itu. Yaitu beragama
islam, telah dewasa, sehat akalnya dan berbuat atas kesadaraan
sendiri.tambahan syarat tersebut adalah suami tersebut mampu untuk
melakukan hubungan kelamin. Alasannya adalah karena yang di sumpahkan
itu adalah tidak menggauli istri, yang demikian itu tentunya berlaku
bagi suami yang dalam keadaan sehari-hari mampu menggauli istri.tidak
ada artinya sumpah untuk tidak melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak
mampu melakukannya.
b. Yang menjadi sasaran ila’ atau al-mula/ minhu
Al
mula min hu yang menjadi sasaran karna ila’ di syaratkan ia adalah
istri yang masi berada dalam ikatan perkawinan dengan suami yang
meng’ila.istri dengan sengala sifat dan keadaanya baik beragama islam
atau jimi’, orang merdeka atau hamba sahaya.dengan persyaratan ini tidak
sah dan tidak memenuhi syaata bila ila’ tersebut adalah perumpamaanya
yang belum atau tidak berada dalam ikatan perkawinan dengannya
c. Syigah atau ucapan ila’
ila’sebagaimana
juga tahalak tindakan sepihak dari pihak suami kepada istrinya dn untuk
itu tidak di perlukan penerimaan dari pihak istri dan jugak tidak di
perlukan persetujuan.dengan demikian dalam hal ila’ tidak ada yang
bernama ijab dan qabul.untuk berlangsungnya ila’ itu hanya di perlukan
ucapan ila’ dari pihak suami. Ini di tempatkan sebagai salah satu rukun
dari ila’
dan
ucapan ila’itu terkandung dua unsur. Pertama sumpah dan kedua perbuatan
yang di sumpahkan.(1) ucapan sumpah yang di sepakati jumhur ulama
adalah bila menggunakan sumpah yang di benarkan dalam fiqih
yaitu.wallahi.tallahi.bilallahi. dan (2) perbuatan yang di sumpahkan
untuk tidak di laksanakan. Dalam hal ini adalah menggauli istri.
D. PENGERTIAN ZIHAR
Menurut bahasa arab.kata zihar terambil dari kata zhahrun yang
bermakna punggung, dalam kaitannya dengan hubungan suami istri. Zihar
adalah ucapan suami kepada istrinya yang berisi menyerupakan punggung
istri dengan punggung ibu suami. Seperti ucapan suami kepada istrinya.’’
Engkau bagiku adalah seperti punggung ibuku’’.
Ucapan
zihar di masa jahiliyah di pergunakan oleh suami yang bermaksud
mengharamkan menyetubuhi istri dan berakibat menjadi haramnya istri itu
bagi suami dan laki-laki selainnya. Untuk selama-lamanya.
Syariat
islam datang untuk memperbaiki masyarakat mendidiknya dan
mensterilkannya menuju kemaslahatan hidup. Hukun islam menjadikan ucapan
zhihar itu berakibat hukum yang bersifat duniawi dan ukhrawi. Akibat
hukum zihar yang bersifat duniawi ialah menjadi haramnya suami menggauli
istrinya yang dizhihar sampai suami melaksanakan kaffarah zhihar
sebagai pendidikan baginya agar tidak mengulang perkataan dan sikapnya
yang buruk itu . sedangkan yang bersifat ukhrawi ialah bahwa zhihar itu
perbuatan dosa. Orang yang mengucapkannya berarti berbuat dosa. Dan
untuk membersihkannya wajib bertaubat dan memohon ampunan Allah.
E . DASAR HUKUM ZHIHAR
Sebagai dasar hukum adanya pengaturan zhihar ialah Firman Allah surat AL- Mujadilah ayat 2-4 dan surah AL-Ahzab ayat 4
Artinya
‘’orang-orang
yang menzihar diantara kamu terhadap istrinya (perbuatan mereka itu
tidak benar karena) tiadalah mereka itu ibu-ibu mereka. Ibu-ibu mereka
tiada lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya
mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang munkar dan
dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha pemaaf lagi maha pengampun.’’
Firman Allah dalam surat AL- Mujadilah ayat 2-4
Artinya
‘’
orang-orang yang menzhihar istri mereka. Kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang mereka ucapkan. Maka ( wajib atasnya) memerdekakan
seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang
diajarkan kepadamu dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Barang siapa yang tidak mendapatkan budak maka ( wajib atasnya) member
makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada
Allah dan Rasulnya. Dan itulah hukum-hukum Allah Dan bagi orang-orang
kafir ada siksaan yang sangat pedih.’’
Sebelum
turun ayat zhihar ini ialah kasus persoalan wanita yang bernama Khaulah
binti Tsa’Labah yang dizihar oleh suaminya Aus bin Shomit, yaitu dengan
mengatakan kepada istrinya’’. Dengan maksud ia tidak boleh menggauli
ibunya.menerurut adat jahiliyah, kalimat zhihar seperti sudah sama
dengan mentalak istri, kemudian Khaulah mengadukan halnya kepada
Rasulullah SAW dan beliau menjawab bahwa dalam hal ini belum ada
keputusan Allah.
Pada
riwayat lain beliau mengatakan.’’engkau telah diharamkan bersetubuh
dengannya ‘’.lalu Khaulah berkata’’ suamiku belum menyebut kata-kata
talak’’. Berulang kali Khaulah mendesak kepada Rasulullah SAW supaya
menetapkan suatu keputusan dalam hal ini. Sehingga kemudian turunlah
ayat 1 AL-Mujadilah dan ayat-ayat berikutnya
Firman Allah dalam urah AL- Ahzab ayat 4 menyatakan:
Artinya
‘’Allah
sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya. Dia tidak menjadikan istri-istri yang kamu zhihar itu sebagai
ibumu. Dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak-anak
kandungmu. Yang demikian itu hanyalah perkaataanmu di mulut saja. Dan
Allah mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukan jalan (yang
benar)’’.
Menurut
istilah hukum islam. Zhihar dapat di rumuskan dengan: ‘’Ucapan kasar
yang dilontarkan oleh suami kepada istrinya dengan menyerupakan istri
itu dengan ibu atau mahram suami sehingga dengan ucapan itu dimaksudkan
untuk mengharamkan istri bagi suaminya’’.
Apabila suami menyatakan zhihar terhadap istrinya maka berlakulah ketentuan sebagai berikut:
a. Bila
suami menyesali ucapannya dan berpendapat bahwa hidup kembali dengan
istrinya itu akan mendatangkan manfaat serta akan terbina hubungan yang
normal dan baik. Maka hendaknya suami mencabut kembali zhiharnya itu
seraya mengembalikan istrinya kepangkuannya. Saling memaafkan atas apa
yang telah terjadi. Saling berjanji akan memperbaiki hubungan
selanjutnya. Dalam pada itu sebelum suami menggauli kembali istrinya
maka diwajibkan membayar kaffarah zhihar berupa:
1.memerdekakan
seorang budak sahaya yang beriman kalau suami kuasa mewujudkannya atau
tidak menemukannya. Maka di lakukan dengan.
2.
berpusa dua bulan berturut-turut, yaitu 60 hari tanpa di selingi
berbuka satu hari pun dalam 60 hari itu. Kalau suami ternyata tidak
mampu berpuasa berturur-turut. Maka dapat diganti dengan:
3. member makan secukupnya kepada 60 orang miskin.
b
. BIla suami berpendapat bahwa memperbaiki hubungan suami istri tidak
akan memungkinkan. Dan menurut pertimbanganya bahwa bercerai itulah
jalan yang paling baik. Maka hendaklah suami menjatuhkan talaq kepada
istrinya. Agar dengan demikian tidak menyiksa istrinya lebih lama lagi.
Kedudukan percerain dalam kasus zhihar adalah termasuk ba’in artinya
bekas suami tidak berhak merujuk kembali bekas istrinya. Dia hanya dapat
kembali menjadi suami istri dengan akad perkawinan yang baru.
F. RUKUN DAN SYARIAT ZHIHAR
Berikut merupakan rukun yang harus terpenuhi oleh sebuah perbuatan
hukum untuk dapat dikatakan sebagai zhihar sehingga dapat diberlakukan
hukum zhihar atasnya seperti yang di rincikan oleh amir dalam bukunya
hukum perkawinan islam di indonesia.(2006.262-269) yakni
a. Suami yang mengucapkan zhihar (muzhahir)
Adapun syaratnya adalah suami yang telah terkena baligh. Berakal. Dan berbuat dengan kehendak dan kesadarannya sendiri.
b. Perempuan yang kepadanya di ucapakan zhihar oleh suaminya ( muzhahar minhu)
Muzhahar
minhu atau perempuan yang terkena zhihar. Adalah istrinya, syaratnya
yakni istri yang terikat dalam tali perkawinan dengan laki-laki yang
menzhiharnya. Seorang perempuan di sebut istri jika telah melangsungkan
akad nikah,
Mengenai istri yang setelah akad nikah tidak di gauli. Para ulama
berbeda pendapat apakah perempuan itu dapat dikatakan muzhahar minhu
atau bukan jumhur ulama berpendapat ucapan zhihar yang di kenakan
kepadanya merupakan zhihar dengan alasan bahwa istri tersebut secara
hukum adalah istri yang dapat di gauli oleh suaminya.
Yang
berbeda pendapat adalah dari syi’ah imamiyah yakni mensyaratkan sahnya
zhihar dengan hadirnya dua orang yang adil yang mendengar ucapan zhihar
suami terhadap istrinya yang dalam keadaan suci dan belum di campuri
lagi semenjak masa sucinya .bahwa mereka juga berpendapat bahwa istri
yang belum digauli tidak dapat dizhihar.
G. TUJUAN DAN HIKMAH ZIHAR
Dalam masalah zhihar ada dua hikmah yang terkandung
1. Hikmah
sebagai hukuman. Yaitu karena dia mewajibkan atas dirinya sendiri suatu
yang tidak berlaku pada orang lain.dan membawa kepada dosa dari
peninggalan kaum jahiliyah tanpa ada ketentuan hukum yang mewajibkan.
2. Hikmah
kaffarat (denda). Sangsi itu ada dua bentuk. Bisa jadi sangi berupa
harta dan bisa jadi berupa sangsi badan. Memerdekakan budak dan memberi
makan 60 orang miskin adalah sangsi harta yang didalamnya mengandung
kesengsaraan pada jiwa hingga akhirnya enggan untuk mengulangi perbuatan
lagi. Sementara itu, puasa dua bulan (60 hari) berturut-turut tanpa
berhenti adalah mengandung kesengsaraan juga yaitu sangsi badani pada
satu sisi dan ibadah pada sisi lain.
Hikmah
yang dimaksud dari semua itu adalah untuk mengingatkan dan mendidik
agar jangan melakukan zhihar lagi. Disampaing itu. Untuk menentang
kebiasaan kaum jahiliyah yang mereka itu menzhihar istri-istri mereka
secara terus menerus. Islam datang dengan membawa rahmat dan kasih
sayang. Maka pikirkanlah betapa hikmat Allah yang maha tinggi.
H .PENGERTIAN SYIQAQ
Syiqaq secara bahasa berarti perselisihan. Percekcokan.
Dan permusuhan. Perselisihan yang berkepanjangan dan meruncing antara
suami dan istri.Kamal Mukhtar. Peminat dan pemerhati hukum islam dari
indonesia. Pengarang buku asas-asas hukum islam tentang perkawinan.
Mendefinisikan sebagai perselisihan. Sebagai perselisihan antara suami
dan istri yang di daimakan oleh dua orang hukum .
Untuk mengetahui masalah rumah tangga yang meuncing
antara suami dan istri agama islam memerintahkan agar di utus dua orang
hakim( juru damai). Pengutusan hakim ini bermaksud untuk menelusuri
sebab-sebab terjadinya syiqaq dan berusaha mencari jalan keluar guna
memberi penyelesaian terhadap masalah rumah tangga yang dihadapi oleh
kedua suami istri tersebut.
Syiqaq merupakan perselisihan yang berawal dan terjadi
pada kedua belah pihak suami istri secara bersama-sama. Dengan demikian
syiqaq berbeda dengan nusyuz. Yang penyelisihan hanya berawal dan
terjadi pada salah satu pihak. Yaitu dari pihak suami atau istri.
I. DASAR HUKUM SYIQAQ
Dasar hukum syiqaq dalam firma Allah dalam surah an-Nisa ayat 35 yang berbunyi
Artinya
‘’dan
jika kamu bimbang perpecahan diantara mereka berdua (suami istri) maka
lantiklah ‘’ orang tengah’’ ( untuk mendaimakan mereka ). Yaitu. Seorang
darikeluarga lelaki dan seorang dari keluarga perempuan jika
kedua-dua’’ orang tengah’’ itu ( dengan ikhlas ). Bertujuan hendak
mendaimakan. Niscaya Allah akan menjadikan kedua ( suami istri itu)
berpangkat baik. Sesungguhnya Allah senantiasa mengetahui. Lagi amat
mendalam pengetahuannya.’’
Berdasarkan firman Allah SWT tersebut, jika terjadi kasus
syiqaq antara suami istri, maka di utus seorang hukum dari pihak suami
dan seorang hakam dari pihak istri untuk mengadakan penelitian dan
penyelidikan tentang sebab musabab terjadinya syiqaq serta berusaha
mendamaikannya. Atau mengambil perkara putusnya perkawinan kalau
sekiranya jalan inilah yang sebaik baiknya,
Mengenai
musabab kewenangan yang dimiliki oleh kedua hukum. Para ulama
berselisih pendapat bahwa tugas kedua hukum tersebut hanya sebagai juru
damai saja. Bukan berwenang untuk menceraikan ikatan perkawinan, sedang
menurut pendapat imam Maliki karena keduanya telah di tunjuk oleh
pengadilan agama. Kedua hukum tersebut juga mempunyai kewenangan
sebagaimana yang dimiliki oleh pengadilan agama. Yaitu berwenang untuk
menceraikannya. Baik dalam bentuk khulu’( talak tebus)’
J. BENTUK-BENTUK SYIQAQ
Adapun
bentuk-bentuk konflik (syiqaq) dalam rumah tangga yang sering
menghancurkan bahtera kehidupan rumahtangga adalah sebagai berikut:
a. Istri tidak memenuhi kewajiban suami.
Standar
utama mencapai keharmonisan dan cinta kasih serta sayang adalah
kepatuhan istri dalam rumah tangganya. Allah menggambarkan perempuan
yang sholeh dengan perempuan yang patuh terhadap suaminya serta menjadi
wali bagi suaminya. Dalam hal ini seorang istri harus mentaati perintah
dari seorang suami. Asalkan perintah tersebut tidak melenceng dari jalan
islam.
b. Tidak memutuskan hasrat seksual suami. Melakukan pisah ranjang dan menolak untuk menanggapi panggilannya.
Seks
adalah kebutuhan pria dan wanita. Karena itu istri adalah pakaian bagi
kamu (suami) dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Hubungan seks
dalam rumah tangga ternyata bukan sebatas sarana melainkan sebagai satu
tujuan. Terpenting yang harus dijaga oleh kaum perempuan agar kepuasan
seks suaminya tetap terjaga.dari ungkapan itu istri wajib memuaskan seks
suami selagi masih dalam batas-batas kewajaran dan tidak menyalahi
hukum syariat islam . istri wajib memenuhi tugas seksualnya terhadap
suami. Istri tidak boleh menolak kecuali karena alasan-alasan yang dapat
di terima atau dilarang hukum.
c. Keluar rumah tanpa seizin suami atau tanpa hak syar’i
Keluarnya
istri dari rumah tanpa seijin suami walaupun untuk menjenguk orang tua
adalah merupakan kedurhakaan istri terhadap suami. Karena hal itu bisa
menyebabkan kerusakan dan kehancuran rumah tangga.
d. Tidak Mampu Mengatur Keuangan
Disamping
istri wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya. Istri juga wajib
memelihara harta suaminya. Dengan kata lain tidak boros. Berlaku hemat
demi masa depan anak-anaknya dan belanja secukupnya tidak hura-hura.
Kalau istri boros itu merupakan kesalahan istri dalam mengatur keuangan
keluarga. Karena hal itu sama halnya denga seorang istri yang tidak
dapat menjaga harta kekayaan suami yang dipercayakan kepadanya. Bila hal
ini dilakukan terus maka akan mengakibatkan munculnya keretakan dalam
rumah tangga.
e. Meninggalkan Kewajiban-Kewajiban Agama Atau Sebagainya.
Suami atau istri tidak menjalankan kewajiban dalam tuntutan agama seperti shalat. Puasa dan zakat serta kewajiban yang lain.
f. Seorang Suami Tidak Memenuhi Kewajiban Istri.
Dalam
rumah tangga tidak hanya istri yang selalu memenuhi kewajibannya
sebagai istri. Suami pun harus memenuhi kewajibanya sebagai suami
terhadap istri. Karena kedua bela pihak sudah melakukan ikatan
pernikahan. Maka kedua-duanya harus menjalankan kewajibanya
masing-masing.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ila
‘ialah ‘’sumpah suami dengan menyebut nama Allah atau sifatn- nya yang
tertuju kepada istrinya untuk tidak mendekati istrinya itu. Baik secara
mutlak maupun di batasi dengan ucapan selamanya. Atau dibatasi empat
bulan atau lebih’’sedangkan Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya
yang berisi menyerupakan punggung istri dengan punggung ibu suami.
Seperti ucapan suami kepada istrinya.’’ Engkau bagiku adalah seperti
punggung ibuku’’.
Ucapan
zihar di masa jahiliyah di pergunakan oleh suami yang bermaksud
mengharamkan menyetubuhi istri dan berakibat menjadi haramnya istri itu
bagi suami dan laki-laki selainnya. Untuk selama-lamanya. Syiqaq
merupakan perselisihan yang berawal dan terjadi pada kedua belah pihak
suami istri secara bersama-sama.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman ghozali. Fikih munakahat.jakarta:kencana. 2010.
0 comments:
Post a Comment