BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah
satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan
keberadaannya di dunia Ekonomi dewasa ini adalah kegiatan usaha lembaga
keuangan perbankan, leh karena itu fungsinya sebagai pengumpul dana yang
sangat berperan demi penunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
Sebagai alat penghimpun dana, lembaga keuangan ini mampu melancarkan
gerak pembangunan dengan menyalurkan dana nya ke berbagai proyek penting
di berbagai sector usaha yang dikelolah oleh pemerintah.
Kegiatan
yang diinspirasikan oleh sistem ekonomi kapitalis adalah dengan jalan
menarik keuntungan usahanya terutama dari bunga kredit. Di dunia
Internasional, para ahli ekonomi telah menyadari secara empiris bahwa
bunga mengandung kemudharatan. Hal ini dikarenakan pengambilan
keuntungan dengan tanpa memikul risiko sehingga terjadi berbagai krisis
ekonomi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan bank syariah pada zaman Rasulullah dan para Sahabat?
2. Bagaimana perkembangan perbankan syariah di Eropa dan Dunia Modren?
3. Bagaimana perkembangan syariah di Dunia Internasional?
4. Bagaimana perkembangan syariah di Indonesia ?
5. Bagaimana persyaratan berdirinya perbankan syariah ?
6. Apa kebijakan pemerintah terhadap perbankan syariah ?
C. Manfaat
1. Mengetahui
perkembangan perbankan syariah dari zaman Rasulullah dan para sahabat,
di Eropa, dunia modern, di dunia Internasional hingga ke Indonesia.
2. Mengetahui persyaratan berdirinya perbankan syariah.
3. Mengetahui kebijakan kebijakan pemerintah terhadap perbankan syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perbankan Syariah
Bank
sebagai lembaga keuangan pada awalnya hanya penitipan harta oleh para
saudagar untuk menghindari adanya kejadian kehilangan, kecurian,ataupun
bahkan perampokan selama proses perjalanan dari sebuah perdagangan.
Pada
zaman pra Islam sebenarnya telah ada bentuk bentuk perdagangan yang
sekarang dikembangkan di dunia bisnis modern. Bentuk benuk itu misalnya
:
a. Musyarakah ( joint venture )
b. Ba’iu takjiri 9 ( here purchase )
c. Ijarah ( leasing )
d. Takaful ( insurance )
e. Ba’I bithaman ajil ( instalment sale )
f. Murabahah ( kredit pemilikan barang )
g. Riba.
B. Tahapan Tahapan Perkembangan Bank Syariah
1. Praktik Perbankan di Zaman Nabi SAW dan Sahabat
Perbankan
adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang.
Didalam
sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan
akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam
sejak jaman Rasulullah SAW. Praktek-praktek seperti menerima titipan
harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan
bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak
zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern
yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer telah
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan
sejak zaman Rasulullah.
Jelaslah
bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan fungsi perbankan di
zaman Rasulullah SAW, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan
seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan fungsi menerima
titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam
uang, ada yang melaksanakan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang
memberikan modal kerja. Biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi
saja
2. Praktik Pebankan di Zaman Bani Umayyah dan Bani Abasiah
Institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah.
Di
jaman Rasulullah saw fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan,
dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian,
di jaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu
individu.
Perbankan
mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman
itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata
uang dengan mata uang lainnya. Ini diperlukan karena setiap mata uang
mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai
yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian khusus ini disebut
naqid, sarraf, dan jihbiz. Hal ini merupakan cikal-bakal praktek
penukaran mata uang (money changer). Istilah jihbiz mulai dikenal sejak
zaman Muawiyah (661-680M) yang sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia,
kahbad atau kihbud. Pada masa pemerintahan Sasanid, istilah ini
dipergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah.
Peranan
banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan Muqtadir
(908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri.
Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab
sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid
ibnuWahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi
mempunyai tiga orang banker sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen.
Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq
(cek) dengan luas sebagai media pembayaran.
Bahkan,
peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit,
menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang
dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu
memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah
mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek
sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya.
Dalam
sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al-Dawlah al-Hamdani yang tercatat
sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring
antara Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol sekarang).
3. Praktik Perbankan di Eropa
Dalam
perkembangan selanjutnya, kegiatan yang dilakukan oleh perorangan
jihbiz kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai
institusi bank.
Ketika
bangsa Eropa mulai menjalankan praktek perbankan, persoalan mulai
timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang
dalam pandangan fikih adalah riba, dan oleh karenanya haram. Transaksi
berbasis bunga ini semakin merebak ketika Raja Henry VIII pada tahun
1545, membolehkan bunga (interest) meskipun tetap mengharamkan riba
(usury) dengan syarat bunganya tidak boleh berlipat ganda (excessive).
Ketika Raja Henry VIII wafat, ia digantikan oleh Raja Edward VI yang
membatalkan kebolehan bunga uang, ini tidak berlangsung lama. Ketika
wafat, ia digantikan oleh Ratu Elizabeth I yang kembali membolehkan
bunga uang.
Selanjutnya,
bangsa Eropa mulai bangkit dari keterbelakangannya dan mengalami
renaissance. Penjelajahan dan penjajahan mulai dilakukan ke seluruh
penjuru dunia, sehingga kegiatan perekonomian dunia mulai didominasi
oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban muslim
mengalami kemerosotan dan negara-negara muslim satu per satu jatuh ke
dalam cengkeraman penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya,
institusi-institusi perekonomian umat muslim runtuh dan digantikan oleh
institusi ekonomi bangsa Eropa. Keadaan ini berlangsung terus sampai
zaman modern kini. Karena itu, institusi perbankan yang ada sekarang di
mayoritas negara-negara muslim merupakan warisan dari bangsa Eropa, yang
notabennya berbasis bunga.
4. Perbankan Syariah Modern
a. Tahapan Pengembangan kerangka konseptual (1950-1975)
Pada
periode ini banyak dilakukan seminar, diskusi dan kajian-kajian oleh
para ekonom, bankir dan ahli hukum tentang permasalahan riba, moralitas
ekonomi dan alternatif akad & praktek perbankan yang sesuai dengan
prinsip syariah.
b. Tahapan eksperimen (1975 – 1990)
Pada
periode ini, muncul inisiatif terutama dari kalangan swasta untuk
mempraktekkan konsep perbankan syariah, misalnya melalui pendirian :
Dubai Islamic Bank dan Dar Al-Maal Al Islami di Emirat Arab (1975). Juga
di Pakistan dan Iran dilaksanakan legalisasi sistem perbankan syariah
secara nasional.
c. Tahapan penetrasi pasar & perluasan wilayah operasi (1990 – sekarang).
1) Keberhasilan dan stabilitas perkembangan bank-bank syariah telah menarik perhatian banyak pihak.
2) Sejumlah
lembaga keuangan di negara-negara non muslim (misal: Inggris, Luxemburg
& Swiss) juga mulai akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat dan
investor yang menginginkan untuk melaksanakan transaksi- transaksi
keuangan secara syariah sepanjang memenuhi ketentuan dari otoritas
keuangan setempat.
3) Penetrasi
pasar melalui perluasan jangkauan perkembangan lembaga keuangan syariah
secara internasional antara lain ditunjukkan dengan meluasnya lokasi
usaha lembaga keuangan syariah yang mencapai 34 negara, serta meluasnya
lembaga keuangan internasional besar yang berbasis dan dimiliki non
musim ke dalam bisnis jasa keuangan syariah seperti :
a) Citybank
b) HSBC Bank
c) Standard Chartered Bank
d) Chase Manhattan.
5. Perkembangan Perbankan Syari’ah Dunia Internasional
Bank
sebagai sebuah lembaga modern dan merupakan lembaga keuangan tertua
pertama kali berdiri pada abad ke 14 di kota Venesia dan Genoa di Italia
tepatnya pada tahun 1587 dengan nama Banco Della Pizza. Dari kedua kota
ini berpindahlah sistem bank ke Eropa Barat. Kemudian disusul oleh Bank
Of Barcelona pada tahun yang sama. Di Inggris, bank konvensional
pertama kali muncul adalah bank of England pada tahun 1694.
Awal
abad ke 20 merupakan masa kebangkitan dunia Islam dari “ketidurannya”
di tengah pergolakan dunia. Kondisi ini membawa kesadaran baru untuk
menerapkan prinsip dan nilai nilai syariah dalam kehidupan nyata. Salah
satu upaya adalah dalam penerapan lembaga keuangan syariah yang
didasarkan pada prinsip prinsip Islam. Sudah tercatat sejak tahun 1940
an yaitu upaya pengelolaan dana jemaah haji secara nonkonvensioanal di
Pakistan dan Malaysia. Rintisan berikutnya adalah Islamic Rural Bank di
daerah Mit Ghamr yang didirikan oleh Egypt dan Central Bank Of Egyept.
Secara
kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat Internasioanl,
muncul dalam konferensi negara negara Islam sedunia di Kuala Lumpur,
Malaysia pada April 1969, yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi
tersebut menghasilkan :
a. Tiap
keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untunh dan rugi jika tidak ia
termasuk riba dan riba itu sedikit banyak haram hukumnya.
b. Diusulkann supaya dibentuk suatau bank syariah yang bersih dan sistem riba dalam waktu secepat mungkin.
c. Sementara
waktu menunggunya berdiri bank syariah, bank bank yang menerapkan
bungan diperbolehkan beroperasi namun jika benar benar dalam keadaan
darurat.
Kemudian
tonggak sejarah lainnya adalah dengan didirikannya IDB (Islamic
Development Bank) yang didirikan di Jeddah, Arab Saudi. Berdirinya IDB
telah memotivasi banyak Negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan
syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan
tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank syariah. Kerja keras
mereka membuahkan hasil, pada akhir periode 1970-an dan awal dekade
1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara
teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Secara garis
besar, lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan kedalam dua kategori.
Pertama, bank Islam komersial (Islamic Commercial Bank). Kedua, lembaga
Investasi dalam bentuk international holding companies.
Perkembangan beberapa bank Syariah di Dunia dari tahun 1963 sampai 1999 sebagai berikut :
Tahun Jumlah Bank Islam Didirikan Nama Bank Islam
1963 1 The Mit Gharm Bank
1972 1 Nasser Sosial Bank, Cairo
1973 1 Philippine Amanah Bank
1975 2 Islamic Development Bank, Jeddah : Dubai Islamic Dubai, Dubai
1977 3 Faisal Islamic Bank, Egypt, Faisal Islamic Bank, Sudan, Kuwait Finance House, Kuwait
1978 2 Jordan Islamic Bank, Jordan; Islamic Finance House, Universitas Holding, Luxemburg
1979 2 Bahrain Islamic Bank, Bahrain, Iran Islamic Bank
1980 1 Islamic Internasional Bank, Cairo
1981 4 Daar
Al Mal Al Islami. Switzerland Islamic Finance House, England, Jorrdan
Finance House, Jordan, Islamic Bank Of Investment House, Jordan
1982 3 Islamic Bank Baghladesh, Banghladesh Kibrish;Mislamic Investment House, Jordan
1983 10 Qatar
Islamic Bank, Qatar, Tadamon Islamic Bank, Sudan; Faisal Islamic Bank,
Bahrain; Bank Islam, Malaysia, Faisal Islamic Bank, Senegal; Islamic
Bank Internasional, Denmark; Faisal Islamic Bank, Niger; Sudan Islamic
Bank, Sudan; Bank Al Baraka Al Sudani, Sudan
1984 5 Al
Baraka Bank, Bahrain; Oslamic Finance House, Jordan; Bait At Tamwil Al
Saudi Al Tunisi; Al Baraaka Turkish Finance Institution, Turkey
1985 1 Al Baraka Islamic Bank, Muritania
1992 1 Bank Muamalat Indonesia
1999 2 Kc Ifi Syariah, Bank Syariah Mandiri
Bank-Bank yang masuk ketegori pertama diantaranya:
1 Faisal Islamic Bank (di Mesir dan Sudan)
2 Kuwait Finance House
3 Dubai Islamic Bank
4 Jordan Islamic Bank for finance and investment
5 Bahrain Islamic Bank
6 Islamic International Bank for Investment and Development (Mesir)
Adapun yang termasuk kategori kedua:
1. Daar al-Mall al-Islami (Jenewa)
2. Islamic Investment Company of the gulf
3. Islamic Investment Company (Bahama)
4. Islamic Investment Company (Sudan)
5. Bahrain Islamic Investment Bank (Manama)
6. Islamic Investment House (Amman).
6. Perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia
K.H
Mas Mansur, ketua pengurus besar Muhammadiyah periode 1937-1944 telah
menguraikan pendapatnya tentang penggunaan jasa bank konvensional
sebagai hal yang terpaksa dilakukan karena umat Islam belum mempunyai
bank sendiri yang bebas riba. Kemudian disusul dengan ide untuk
mendirikan bank syariah pada pertengahan tahun 1970-an dengan
terlaksananya seminar Internasional yang dilaksanakan oleh Lembaga Studi
Ilmu Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) Dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika pada
tahun 1976.
Pelaksanaan
berdirinya lembaga prinsip syariah dimulai dengan didirikannya Baitut
Tamwil yang berstatus badan hukum koperasi pada tahun 1980-an. Pertama
kali didirikan di Bandung pada tanggal 30 Desember 1980 dengan akta
perubahan tanggal 21 Desember 1982. Kemudian di Jakarta didirikan Baitut
Tamwil kedua dengan nama koperasi simpan pinjam Ridho Gusti yang
didirikan pada tanggal 25 Desember 1988.
Setelah
dikeluarkannya PAKTO ( Paket Kebijaksanaan Pemerintah bulan Oktober )
tahun 1988yang berisi tentang liberisasi perbankan yang memungkinkan
bank bank baru didirikan. Dimulailah pendirian BPRS dan yang pertama
kali memperoleh izin usaha yaitu Bank Perkreditan Rakyat Syariah Berkah
Amal Sejahtera dan BPRS Dana Mardatillah tanggal 19 Agustus 1991 serta
BPRS Amanah Rabaniah tanggal 24 Oktober 1991yang kegiatannya beroperasi
di Bandung. Kemudian mendorong berdirinya Bank Umum Syariah di Indonesia
yaaitu Bank Muamalat Indonesiabpada tanggal 1 Mei 1992.
Di
indonesia, bank syariah yang pertama kali didirikan adalah Bank
Muamalat. Bank Muamalat Indonesia lahir sbagai kerja tim Perbankan MUI,
akta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada 1 November
1991. Pada saat itu terkumul komitmen pembelian saham sebanyak Rp. 84
miliar. Pada tanggal 3 novermber. Walaupun perkembangan nya agak
terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya,
perkembangan perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang
Kemudian
diikuti dengan kemunsulan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, dimana
perbankan bagi hasil diakui. Dan UU No. 7 tahun 1992 inilah menjadi
landasan perbankan syariah dalam menjalankan perannya dan menetapkan hak
hak antara lain :
a. Bahwa
bank berdasrkan prinsip bagi hasil adalah bank umum dan bank
perkreditan rakyat yang dilakukan usaha semata mata berdasarkan prinsip
bagi hasil.
b. Prinsip bagi hasil dimaksudkan adalah prinsip bagi hasil yang berdasrkan syariah.
c. Bank berdasarkan prinsip bagi hasil waji memiliki DPS ( Dewan Pengawas Syariah )
Pendirian
Bank Muamalat Indonesia ini diikuti oleh perkembangan bank-bank
perkreditan rakyat syariah (BPRS). Namun demikian adanya 2 jenis bank
tersebut belum sanggup menjangkau masyarakat islam lapisan bawah. Oleh
karna itu, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan pinjam disebut Baitul
Maal wa Tamwil (BMT). Pada tahun 1988 muncul UU No. 10 Tahun
1998tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang dapat
disimpulkan dengan tujuan sebagai berikut :
a. Memenuhi
kebutuhanan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep
bunga. Dengan ditetapkan nya sistem perbankan syariah yang berdampingan
dengan sistem perbankan konvensional (dual banking system), mobilitas
dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas terutama dari segmen
yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional
yang menerapkan sistem bunga.
b. Membuka
peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip
kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah investor
yang harmonis (mutual investor reationship). Sementara dalam bank
konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur-kreditur
(debitur to cretor relationship).
c. Memenuhi
kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa
keunggulan komparatif berupa peniadaan pembebanan bunga yang
berkesinambungan (perpectual interest effect), membatasi kegiatan
spekulasi yang tidak produktif, pembiayaan ditujukan kepada usaha usaha
yang lebih memerhatikan unsur moral.
d. Pemberlakuan
UU No. 10 Tahun 1998 diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan
pelaksanaan dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Direksi Bank Indonesia
yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang luas
bagi pengembangan perbankan syariah, antara lain melalui izin pembukaan
Kantor Cabang Syariah (KCS) oleh bank konvensional. Dengan kata lain,
bank konvensional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
7. Persyaratan Pendirian Perbankan Syariah
Pasal
16 UU No. 10 Tahun 1998menetapkan bahwa persyaratan dan tata cara
pendirian bank syariah ditetapkan oleh bank Indonesia. Ketentuan yang
lebih rici mengenai tata cara pendirian dan kegiatan usaha bank syariah
dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk surat keputusan direksi Bank
Indonesia yaitu SK Direksi BI No. 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah, SK Direksi BI No.
32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat
berdasarkan prinsip syariah. Kedua SK Direktur BI yang terakhir kini
telah diganti Peraturan Bank Indonesia ( PBI ) No. 6/24/PBI/ 2004
tanggal 14 Oktober 2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah.
Pendirian Bank syariah dan Bank Syariah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Ketentuan
yang lebih rinci mengenai tata cara pendirian dan kegiatan bank syariah
dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia.
Pendirian
Bank Syariah baru untuk Bank Umum dan Bank Syariah ditentukan hrus
memenuhi persyaratan pemilik, pengurus, modal persyaratan lainnya.
Permohonan pendirian BANK umum dan Bank Syariah diajukan oleh pemilik
bank dengan melalui dua tahap perizinan, yaitu izin prinsip dan izin
usaha.
8. Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah
Mengenai
konversi ini diatur dalam PBI No. 4/1/PBI/2002. Permohonan diajukan
oleh direksi Bank Konvensional kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia.
Pemberian izin konversi dilakukan dalam 2 tahap yaitu persetujuan
prinsip dan dan izin perubahan kegiatan usaha. Persetujuan prinsip
berlaku untuk jangka waktu 180 hari terhitung sejak tanggal persetujuan
prinsip itu dikeluarkan pada pasal 5. Setelah mendapat izin melakukan
kegiatan selambat lambatnya 3-0 hari sejak tanggal izin dikeluarkan.
Selain itu wajib mencantumkan kata “Syariah” sesudah kata bank dan
dilarang mengubah kegiatan usahanya menjadi bank konvensional pada pasal
8.
Bank umum konvensional yang membuka kantor cabang bank syariah wajib melaksanakan hal hal sebagai berikut :
a. Membentuk Unit Usaha Syariah ( UUS)
Yaitu satuan kerja setingkat yang berfungsi sebagai kantor induk dari seluruh kantor induk dari seluruh kantor cabang syariah.
b. Memiliki Dewan Pengawas Syariah ( DPS ) yaitu badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional ( DSN ) pada bank.
c. Bank yang telah membuka Unit Usaha Syariah dapat membuka cabang Syariah dengan izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesi.
d. Bank yang membuka cabang syariah wajib menyediakan modal kerja.
9. Kebijakan Pemerintah di Bidang Perbankan Syariah
1. Pengembangan jaringan kantor bank syariah
Dilakukan dengan cara :
a. Peningkatan
kualitas bank bank umum dan BPR syariah yang telah beroperasi, melalui
bantuan teknis dan training baik yang diselenggarakan oleh bank
Indonesia maupun lembaga bantuan lainnya.
b. Pendirian
bank umum syariah baru dengan persyaratan modal disetor minimum sebesar
tiga triliun rupiah, sumber dana untuk modal disetor tidak boleh
berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dari bank atau pihak
lain di Indonesia.
c. Perubahan
kegiatan usaha bank konvensional yang memiliki kondisi usaha yang baik
dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip
syariah. .
2. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai bank syariah
Upaya
meningkatkan pemahaman ini dilaksanakan karena didasari bahwa perbankan
syariah di Indonesia masih dalam tahap awal pengembangan. Bentuk produk
dan pelayanan jasa, prinsip prinsip dasar hubungan antara bank dengan
nasabah serta cara cara berusaha yang halal dalam bank syariah masih
sangat perlu disosialisasikan.
3. Penyusutan dan penyempurnaan ketentuan operasional bank syariah
a. Kelembagaan meliputi pendirian, kepemilikan, kepengurusan, dan kegiatan usaha bank.
b. Pengaturan yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas dan instrument moneter yang sesuia dengan prinsip syariah.
c. Pelaksanaan prinsip kehati hatian.
d. Peraturan dari Bank Indonesia tentang operasional perbankan syariah.
4. Pengembangan Sumber Daya Manusia ( SDM )
Dilakukan dengan cara :
a. Pelatihan operasional bank syariah terhadap SDM yang berminat untuk mengembangkan perbankan syariah.
b. Workshop mengenai perbankan syariah dibidang kegiatan usaha dan produk Islamic banking.
c. Penyelenggaran seminar atau sebagai pembicara seminar atau diskusi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tahapan tahapan perkembangan bank syariah :
1. Praktik Perbankan di Zaman Nabi SAW dan Sahabat.
2. Praktik Pebankan di Zaman Ba Praktik Perbankan di Eropa
3. Praktik Umayyah dan Bani Abasiah
4. Perbankan Syariah Modern
a. Tahapan Pengembangan kerangka konseptual (1950-1975)
b. Tahapan eksperimen (1975 – 1990)
c. Tahapan penetrasi pasar & perluasan wilayah operasi (1990 – sekarang).
5. Perkembangan Perbankan Syari’ah Dunia Internasional
B. Saran
Demikian
makalah yang kami buat, semoga makalah yang kami susun dapat
bermanfaat, khususnya bagi kami penyusun dan umumnya bagi setiap yang
membacanya. Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman Azwar Karim, 2003, Bank Islam, Jakarta : IIIT Indonesia
Gemala Dewi, 2007 Aspek Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta : Prenada Media Group
Kasmir, 2016 Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2016
Nurul Hudha Dkk, 2010 Lembaga Keuanagan Islam, Jakarta : Fajar Interpramata Offset