Get me outta here!

Monday, January 6, 2020

PENJELASAN KUHP - MAKALAH AIDA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
   Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bila mana tiap-tiap anggota masyarakat menanti peraturan-peraturan yang ada dalam masyarakat itu. Peraturan-peraturan ini dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa dalam masyarakat itu yang disebut pemerintah. Namun walaupun peraturan-peraturan ini telah dikeluarkan, masih ada saja orang yang melanggarnya, misalnya dalam hal pencurian yaitu mengambil barang yang dimiliki orang lain dan yang bertentangan dengan hukum (KUHP Pasal 362). Terhadap orang lain ini sudah tentu dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya yang bertentangan dengan hukum itu. Segala peraturan-peraturan tentang pelanggaran, kejahatan, dan sebagainya diatur oleh Hukum pidana dan dimuat dalam satu Kitab Undang-undang yang disebut KUHP.
     Hukum pidana tidak membuat peraturan-peraturan yang baru, melainkan mengambil dari peraturan-peraturan hukum yang lain yang bersifat kepentingan umum. Hal pembunuhan, pencurian, dan sebagainya antara orang-orang biasa, semata-mata diurus oleh Pengadilan Pidana. Sedangkan dalam Hukum Pidana yang bertindak dan yang mengurus perkara dan di muka Pengadilan Pidana, bukanlah pihak korban sendiri melainkan alat-alat kekuasaan negara seperti polisi, jaksa, dan hakim.    
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
       Dalam teks bahasa Belanda dari KUHP, dapat ditemukan istilah strafbaar feit. Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam menerjemahkan KUHP dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia, menerjemahkan istilah strafbaar feit  ini sebagai tindak pidana. Dalam KUHP tidak diberikan defenisi terhadap istilah tindak pidana (strafbaar feit), karenanya para penulis hukum pidana telah memberikan pendapat mereka masing-masing untuk menjelaskan tentang arti dari istilah tersebut. Peninjauan terhadap KUHP dapat dilihat dari luar maupun dari dalam. Peninjauan dari luar adalah mengenai riwayatnya yang dibahas yaitu mengenai Undang-undang Pidana dan beberapa ilmu pengetahuan pembantu dari Hukum Pidana. Sedangkan dari dalam ialah mengenai bentuk dan isi Kitab Undang-undang Hukum Pidana.  

Dalam Hukum Pidana maka yang terpenting ialah buku 1 yang memuat beberapa bab:
1. Bab I, tentang Kekuasaan Berlakunya Ketentuan Pidana Dalam Undang-Undang.
Syarat mutlak  untuk berlakunya suatu undang-undang ialah sesudah  diundangkan oleh pemerintah (dalam hal ini Menteri Sekretaris Negara) dalam Lembaran Negara. Berikut penjelasan pasal-pasal mengenai bab 1  dalam undang-undang:
Pasal 1
1) Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu dari pada perbuatan itu.
2) Jikalau undang-undang diubah, setelah perbuatan  itu dilakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya.
Pasal 2
Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi tiap orang yang dalam wilayah Indonesia melakukan sesuatu perbuatan yang boleh dihukum. (peristiwa pidana).
Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.
Pasal 4
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia, yakni:
1) Salah satu kejahatan  yang diterangkan dalam pasal-pasal 104, 106, 107, 108, 110, 111 bisa pada nomor 1 ini, 127 dan 131.


2) Suatu kejahatan tentang mata uang, uang-uang kertas negeri atau uang kertas bank  atau tentang  materi maupun merek yang dikeluarkan atau disuruhkan oleh Pemerintah Indonesia.
3) Pemalsuan tentang surat-surat hutang atau sertifikat-sertifikat hutang yang ditanggung Indonesia, daerah atau sebahagian daerah, talon-talon, surat-surat hutang sero atau surat-surat bunga hutang yang masuk surat-surat itu, atau dengan sengaja mempergunakan surat palsu maupun yang dipalsukan demikian itu seakan-akan surat itu benar dan tidak dipalsukan.
4) Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444-446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut, dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Pasal 5
1) Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang melakukan di luar Indonesia, yakni:
a. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam bab I dan II Buku Kedua, dan dalam pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451.
b. Suatu perbuatan yang dipandang sebagaikejahatan menurut ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia dan boleh dihukum menurut undang-undang negeri, tempat perbuatan itu dilakukan.
2) Penuntutan terhadap suatu perbuatan yang dimaksudkan pada bagian b diatas boleh juga dilakukan, jika tersangka baru menjadi warga negara Indonesia  setelah melakukan perbuatan itu.
Pasal 6
Berlakunya pasal 5 ayat 1 bagian a itu dibatasi hingga tidak boleh dijatuhkan hukuman mati untuk perbuatan yang tiada diancam dengan hukuman mati menurut undang-undang negeri tempat  perbuatan itu dilakukan.
Pasal 7
Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi pegawai Negara Indonesia yang melakukan di luar Indonesia salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab XXVIII Buku Kedua. 
Pasal 8
Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi nakhoda dan penumpang-penumpang alat pelayar (kapal, perahu) Indonesia, yang ada di luar Indonesia, juga waktu mereka tidak ada di atas alat pelayar, melakukan salah satu peristiwa pidana, yang diterangkan dalam bab XXIX Buku Kedua dan bab IX Buku Ketiga, demikian juga dalam undang-undang umum tentang surat-surat laut dan pas kapal di Indonesia dan dalam “Ordonasi Kapal 1927.”

2. Bab II, tentang Hukuman-Hukuman
Pasal 10
Hukuman-hukuman ialah:
a. Hukuman-hukuman pokok:
a) Hukuman mati,
b) Hukuman penjara,
c) Hukuman kurungan,
d) Hukuman denda.
b. Hukuman-hukuman tambahan:
a) Pencabutan beberapa hak tertentu, 
b) Perampasan beberapa barang yang tertentu,
c) Pengumuman keputusan hakim.
Pasal 11
Hukuman mati dijalankan oleh algojo di tempat penggantungan, dengan menggunakan sebuah jerat di leher terhukum dan mengikatkan jerat itu pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan tempat orang itu berdiri.

Pasal 12
a) Hukuman penjara itu lamanya seumur hidup atau untuk sementara.
b) Hukuman penjara sementara itu sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya 15 tahun berturut-turut (KUHP 97).
c) Hukuman, penjara sementara boleh dijatuhkan selama-lamanya 20 tahun berturut-turut, dalam hal kejahatan yang menurut pilihan hakim sendiri boleh dihukum mati, penjara seumur hidup dan penjara sementara, dan dalam hal 15 tahun itu dilampaui, sebab hukuman ditambah, karena ada perhitungan kejahatan atau karena aturan pasal 52 KUHP (57, 104, 106, 107-2, 108-2, 111-2, 124-2, 130-2, 140-2, 187-3, 194-2, 196-3, 198-2, 200-3, 202-2, 204-2, 399, 365, 486).
d) Lamanya hukuman penjara itu sekali-kali tidak boleh lebih dari 20 tahun.
Pasal 14
Orang yang dihukum penjara wajib melakukan pekerjaan yang diperintahkan kepadanya, menurut peraturan untuk menjalankan pasal 29. (KUHP 24s). 
Pasal 15
1) Orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah lalu 2 pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit 9 bulan dari pada itu. Kalau siterhukum itu harus menjalani beberapa hukuman penjara berturut-turut maka dalam hal ini sekalian hukuman itu dianggap sebagai satu hukuman.
2) Pada waktu dilepaskan itu ditentukan pula lamanya tempo percobaan bagi siterhukum itu dan diadakan  perjanjian yang harus diturutnya selama tempo percobaan.
3) Tempo percobaan itu lamanya lebih setahun dari pada sisa hukuman yang sebenarnya dari siterhukum itu. Tempo percobaan itu tidak dihitung selama kemerdekaan siterhukum dicabut dengan sah.
Pasal 16
a) Keputusan perlepasan dengan perjanjian itu diambil oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari pengurus rumah penjara di tempat adanya siterhukum itu dan setelah mendapat kabar dari Jaksa. Keputusan itu tidak akan diambil sebelum Dewan Pusat urusan memperbaiki keadilan orang yang dilepaskan dari penjara, didengar, yang pekerjaannya diatur oleh Menteri Kehakiman.
b) Keputusan mencabut perlepasan dengan perjanjian itu, demikian pula keputusan yang diadakan karena melakukan ketentuan pada pasal 15a ayat ke 5, diambil oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari Jaksa di tempat tinggal siterhukum. Keputusan itu tidak akan diambil sebelumnya Dewan Pusat untuk Reclassering didengar.
c) Selama ada hak akan mencabut perlepasan dengan perjanjian, maka untuk kepentingan ketertiban umum, orang yang dilepas dengan perjanjian itu dapat ditahan, jika ada persangkaan yang patut, bahwa selama waktu percobaan itu ia pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perjanjian yang diterangkan dalam surat permisinya atas perintah Jaksa di tempat tinggal orang itu, sedang Jaksa diwajibkan memberitahukan hal itu dengan segera kepada Menteri Kehakiman.
d) Kekuatan penahanan itu selama-lamanya 60 hari. Jika penahanan itu bersambung dengan penundaan atau dengan pencabutan perlepasan dengan perjanjian, maka menjalankan hukuman itu dianggap mulai dilakukan kembali pada hari penahanan (KUHP 15, 17).

Pasal 18
a) Lamanya hukuman kurang serendah-rendahnya 1 hari dan selama-lamanya 1 tahun (KUHP 97).
b) Hukuman itu boleh dijatuhkan selama-lamanya 1 tahun 4 bulan dalam hal-hal di mana hukuman ditambah lantaran ada beberapa kejahatan yang dilakukan berulang-ulang,atau karena hal yang ditentukan pada pasal 52 tempo yang 1 tahun itu dilampaui (KUHP 65, 70, 488).
c) Hukuman itu berkali-kali tidak boleh lebih lama dari 1 tahun 4 bulan.
Pasal 19
1) Orang yang dihukum kurungan wajib mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan kepadanya, sesuai dengan peraturan untuk menjalankan pasal 29.
2) Kepadanya diwajibkan pekerjaan yang lebih ringan dari pada yang diwajibkan kepada orang yang dihukum penjara. 
Pasal 20
a. Dalam keputusan hakim boleh ditentukan, bahwa jika boleh mengizinkan kepada orang yang hukuman penjara atau kurang selam-lamanya 1 bulan, untuk ada dalam kemerdekaan sehabis waktu kerja.
b. Jika siterhukum yang mendapat kemerdekaan tersebut, tidak datang pada waktunya di tempat yang ditentukan untuk mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan kepadanya, maka selanjutnya hukuman itu harus dijalankan sebagaimana biasa, kecuali kalau ia tidak datang itu karena ada sebabnya, yang tidak bergantung kepada kemauannya.
c. Yang ditentukan dalam ayat pertama tidak dapat dilakukan, jika pada waktu melakukan perbuatan itu belum lalu 2 tahun, sejak sitersalah itu habis menjalani hukuman penjara/kurungan. 

Pasal 21
Hukuman kurungan dijalani di dalam daerah tempat kediaman siterhukum, waktukeputusan hakimdijalankan atau bila ia tidak bertempat kediaman, di dalam daerahtempat ia ada pada waktu itu kecuali kalau atas permohonannya, Menteri Kehakiman mengizinkan akan menjalani hukuman itu di tempat lain. 
Pasal 22
a) Hukuman kurungan yang harus dijalani oleh seseorang hukuman, yang sedang menjalani hukuman kemerdekaan dalam sebuah rumah penjara untuk menjalani hukuman penjara, boleh atas permintaan siterhukum terus dijalani dalam rumah itu juga, sesudah hukuman kemerdekaan itu habis.
b) Hukuman kurungan, yang karena itu dijalani dalam rumah penjara yang semata-mata untuk menjalani hukuman penjara, tidak berubah sifatnya dari sebab itu.
Pasal 23
Orang hukuman kurungan boleh memperbaiki nasibnya dengan ongkosnya sendiri menurut peraturan yang akan ditetapkan dalam ordonasi (KUHP 29).
Pasal 24
Orang hukuman penjara dan orang hukuman kurungan boleh diwahibkan bekerja, baik di dalam maupun di luar tembok penjara tempat orang hukuman (KUHP 14, 19, 29).
Pasal 25
Kerja di luar tembok penjara demikian tidak diperintahkan kepada: orang hukuman seumur hidup, perempuan, dan orang hukuman yang menurut pemeriksaan dokter nyata tidak kuat badannya untuk pekerjaan itu (KUHP 24).
Pasal 26
Jika menurut timbangan hakim berhubung dengan keadaan diri dan kedudukan masyarakat, siterhukum itu ada alasannya, maka ditentukan dengan keputusan hakim, bahwa orang hukuman itu tidak akan diwajibkan bekerja di luar tembok penjara tempat orang hukuman.
Pasal 27
Lamanya hukuman penjara sementara dan hukuman kurungan itu ditentukan dalam keputusan hakim, dengan menyebut banyaknya hari, minggu, bulan, dan tahun, tidak menyebut bahagian-bahagian dari itu (KUHP 97). 
Pasal 28
Hukuman penjara dan hukuman kurungan boleh dijalani dalam rumah penjara itu juga, asal saja dalam bahagiannya sendiri-sendiri.

3. Bab III, tentang Penghapusan, Pengurungan, dan Penambahan hukuman.
Pasal 44
1) Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sedikit berubah akal tidak boleh dihuku.
2) Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya, maka hakim boleh memerintahkan menempatkan dia di rumah sakit gila selama-lamanya 1 tahun untuk diperiksa.
3) Yang ditentukan dalam ayat yang di atas ini, hanya berklaku bagi MA, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.
Pasal 45
Jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum 16 tahun, hakim boleh: memerintahkan, supaya sitersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman, atau memerintahkan, supaya sitersalah diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman, yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536, 540 dan perbuatan itu dilakukannya sebelum lalu 2 tahun sesudah keputusan dahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu pelanggaran ini atau sesuatu kejahatan, atau menghukum anak yang bersalah itu.
Pasal 46
1) Jika hakim memerintahkan supaya sitersalah diserahkan kepada pemerintah, maka ia: baik ditempatkan dalam rumah pendidikan Negeri, supaya di situ, atau kemudian dengan cara lain, ia mendapat pendidikan dari pihak pemerintah, baik diserahkan kepada seorang-orang yang ada di Negara Indonesia atau kepada perserikatan yang mempunyai hak badan hukum yang ada di Negara Indonesia atau kepada balai derma yang ada di Negara Indonesia supaya di situ mendapat pendidikan dari mereka, atau kemudian dengan cara lain dari pemerintah dalam kedua itu selam-lamanya sampai cukup 18 tahun.
2) Peraturan untuk menjalankan ayat pertama dari pasal ini ditetapkan dengan ordonasi.
Pasal 50
Barang siapa melakukan perbuatan untuk menjalankan undang-undang, tidak boleh dihukum.

Pasal 51
1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang berhak akan itu, tidak boleh dihukum.
2) Perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang tidak berhak, tidak membebaskan dari hukuman, kecuali jika pegawai yang di bawahnya atas kepercayaannya memandang, bahwa perintah itu seakan-akan diberikan oleh kuasa yang berhak dengan sah dan menjalankan perintah itu menjadi kewajiban pegawai yang di bawah perintah tadi.
Pasal 52
Jikalau seorang pegawai negeri melanggar kewajibannya yang istimewa dalam jabatannya karena melakukan perbuatan yang boleh dihukum, atau pada waktu melakukan kejahatan yang boleh dihukum memakai kekuasaan, kesempatan atau daya upaya yang diperoleh dari jabatannya, maka hukumannya boleh ditambah dengan sepertiganya (KUHP 12, 18, 30, 36,92). 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam teks bahasa Belanda dari KUHP, dapat ditemukan istilah strafbaar feit. Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam menerjemahkan KUHP dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia, menerjemahkan istilah strafbaar feit  ini sebagai tindak pidana. Dalam KUHP tidak diberikan defenisi terhadap istilah tindak pidana (strafbaar feit), karenanya para penulis hukum pidana telah memberikan pendapat mereka masing-masing untuk menjelaskan tentang arti dari istilah tersebut. Peninjauan terhadap KUHP dapat dilihat dari luar maupun dari dalam. Peninjauan dari luar adalah mengenai riwayatnya yang dibahas yaitu mengenai Undang-undang Pidana dan beberapa ilmu pengetahuan pembantu dari Hukum Pidana. Sedangkan dari dalam ialah mengenai bentuk dan isi Kitab Undang-undang Hukum Pidana.Syarat mutlak  untuk berlakunya suatu undang-undang ialah sesudah  diundangkan oleh pemerintah (dalam hal ini Menteri Sekretaris Negara) dalam Lembaran Negara.
Jika menurut timbangan hakim berhubung dengan keadaan diri dan kedudukan masyarakat, siterhukum itu ada alasannya, maka ditentukan dengan keputusan hakim, bahwa orang hukuman itu tidak akan diwajibkan bekerja di luar tembok penjara tempat orang hukuman.
Jikalau seorang pegawai negeri melanggar kewajibannya yang istimewa dalam jabatannya karena melakukan perbuatan yang boleh dihukum, atau pada waktu melakukan kejahatan yang boleh dihukum memakai kekuasaan, kesempatan atau daya upaya yang diperoleh dari jabatannya, maka hukumannya boleh ditambah dengan sepertiganya (KUHP 12, 18, 30, 36,92).

DAFTAR PUSTAKA

Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis Di Indonesia Depok: Raja Grafindo Persada, 2013.

Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana Jakarta: Pradnya Paramita, 2007.

Prasetyo, Himpunan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Hukum Pidana Jakarta: Aksara Baru, 1997.

0 comments:

Post a Comment